Musyawarah Politik Secara Online VS Face To Face
Essai Tanggapan dari Artikel Journal Computer-Mediated Communication Volume 12, Isu 4, hlm. 1369-1387, Juli 2007: ‘Online vs Face-to-Face Deliberation: Effects on Civic Engagement’ by Seong-Jae Min (http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1083-6101.2007.00377.x/full)
Musyawarah adalah proses pengambilan keputusan lewat perundingan dan pertimbangan semua sisi dari dari sebuah isu. Manfaat dari musyawarah secara langsung atau bertatap muka didukung oleh hasil-hasil penelitian dan pembelajaran yang bisa dibuktikan, sedangkan musyawarah secara tidak langsung, dalam kasus ini, secara online, belum jelas manfaatnya hingga sekarang. Efek dari musyawarah secara langsung tentu saja berbeda dari efek musyawarah secara onling atau tidak langsung. Saat ini sedang timbul kekhawatiran bahwa demokrasi modern dalam bahaya karena sebagian besar orang dewasa ini kurang peduli dan jarang menaruh minta pada hal-hal yang bersifat politis dan isu-isu kebijakan yang penting. Para cendikiawan menekankan informasi diskusi publik atau “musyawarah politik” sebagai salah satu cara untuk mengatasi keadaan tidak-peduli-politik ini. Musyawarah bisa diebut juga demokrasi deliberatif. Musyawarah mengacu pada konsep bahwa praktek demokratis dan keputusan untuk membuat aturan harus didasarkan pada diskusi informasi warga. Ini adalah teori politik normatif yang mengasumsikan perilaku komunikatif rasional dan partisipasi sukarela dalam urusan publik sebagai bagian dari warga negara. Demokrasi deliberatif telah menerima diterima dengan baik, karena diyakini bahwa musyawarah menghasilkan norma-norma bermanfaat bagi demokrasi, seperti keberhasilan politik dan kesediaan untuk berpartisipasi dalam politik. Dengan munculnya teknologi komunikasi baru, potensi deliberatif baru semakin dieksplorasi. Deliberatif sendiri berasal dari bahasa latin, deliberatio, yang berarti menimbang-nimbang atau konsultasi. Interaksi secara online dapat meningkatkan cakupan musyawarah politik dan tetap menjaga efek yang menguntungkan dari musyawarah.
Musyawarah memang berkaitan erat dengan demokrasi. Demokrasi berasal dari berasal dari bahasa Yunani, dēmokratía yang berarti “kekuasaan rakyat”, yang dibentuk dari kata demos yang artinya “rakyat” dan Kratos yang artinya “kekuasaan”. Kata ini merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM. Demokrasi adalah (bentuk atau sistem) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya / pemerintahan rakyat dan bisa juga diartikan sebagaigagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yg sama bagi semua warga negara. Intinya, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Musyawarah berbeda dengan demokrasi. Musyawarah adalah buah dari demokrasi, bagian dari demokrasi. Dalam demokrasi, penentuan hasil dilakukan dengan cara musyawarah mufakat. Karena itu, sebelum pemerintah mengambil suatu keputusan maka wajib untuk merundingkannya dulu dengan rakyat yang diwakili oleh wakil rakyat.
Bagaimanapun, musyawarah bukanlah obat mujarab. Masih ada pendapat yang menyatakan bahwa proses musyawarah dan demokrasi deliberatif diatur oleh cita-cita normatif yang membuatnya dikritik sebagai idealis, karena itu berarti pendapat atau tujuan yang tidak normatif akan langsung ditolak. Kritikan kedua terhadap musyawarah berasal dari literature psikologi sosial yang mengatakan bahwa musyawarah tidak selalu menghasilkan hasil yang diinginkan, dan meskupin tujuan dari musyawarah adalah keadilan sosial, tapi proses deliberative sering bias terhadap kaum minoritas dan wanita, karena kebanyakan pendapat yang di ambil adalah pendapat kaum mayoritas. Hal ini jelas saja tidak adil bagi kaum minoritas, pendapat mereka tidak didengar. Kedua kritik di atas bukannya tidak beralasan, musyawarah menghasilkan hasil yang bermanfaat pada prinsipnya, tetapi juga dapat menghasilkan proses anti-demokratis.
Musyawarah bisa menghasilkan efek yang negatif dan positif tergantung pada situasi. Jika demikian, sebuah inti dari penelitian musyawarah adalah untuk mengidentifikasi konteks yang dapat mempromosikan prosedur dan hasil kondusif untuk demokrasi. Ini akan sangat mudah dicapai dengan memenuhi asumsi kunci musyawarah. Peserta musyawarah bebas bergabung dan menikmati diskusi, hati-hati dalam mempertimbangkan konsekuensi dari berbagai pilihan untuk tindakan dan pandangan orang lain, dan semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk berpendapat. Juga, para peserta harus tetap saling menghormati satu sama lain, hak ini termasuk menghormati pandangan atau pendapat yang berbeda. Bila kondisi ini terpenuhi, musyawarah kemungkinan besar akan menghasilkan keputusan yang menguntungkan dan menyenangkan semua pihak.
Pembelaan kedua dari kritik terhadap musyawarah adalah bahwa meskipun musyawarah kadang-kadang menciptakan konflik, membuat para pesertanya frustrasi, dan polarisasi pendapat di antara peserta diskusi, tapi hal-hal tersebut masih dapat memiliki beberapa efek positif. Bahkan dalam situasi polarisasi pendapat atau dominasi mayoritas, ada beberapa bukti bahwa para peserta masih harus belajar menerima dan mempertimbangkan perspektif baru dari orang lain dan berempati dengan pandangan orang lain.
Perkembangan teknologi komunikasi yang semakin cepat di jaman ini memungkinkan orang untuk melakukan musyawarah secara online. Sayangnya, peserta musyawarah tidak bisa terlalu banyak atau terbatas jumlahnya. Kekurangan lainnya adalah orang yang tidak memiliki media untuk musyawarah online ini tidak bisa ikut bergabung padahal mungkin saja orang tersebut memiliki pandangan yang menarik. Ada juga hal lain yang tidak bisa digantikan komunikasi secara online ini. Saat berundinng dengan bertatap muka secara langsung, partisipan musyawarah bisa menggunakan bahasa non-verbal untuk menjelaskan maksudnya. Hal tersebut tidak bisa dilakukan jika berunding secara online. Namun perundingan secara online ini juga bisa diapakai untuk menyebarkan pengaruh agar para peserta memiliki satu pendapat yang sama, seperti halnya jika berunding secara langsung.
2 Responses to