INTERGRATED MARKETING COMMUNICATION

Tulisan di bawah ini merupakan respons dari buku Joseph Turow (2009).

Membuat iklan bukanlah hal yang mudah. Sebuah iklan dibuat dengan tujuan agar sebuah produk atau brand bisa selalu diingat masyarakat, dan haltersebut sama sekali tidak mudah. Bayangkan saja, sebuah iklan harus mampu menembus selera tiap-tiap individu yang berbeda, paling tidak sesuai dengan selera mayoritas, sementara selain berbeda-beda, selera mayoritas juga cepat berubah. Banyak perusahaan produk dan agency yang kurang cepat dalam menanggapi perubahan selera ini sehingga akhirnya produk, brand, dan ikalnnya cepat dilupakan masyarakat, bahkan tidak masuk ingatan. Namun ada juga iklan yang berhasil melekat di ingatan pemirsa dan masih diingat tahun-tahun berikutnya meskipun iklan tersebut sudah tidak bereda lagi. Contohnya saja iklan obat penurun panas Termorex yang menampilkan seorang ibu yang terburu-buru mencari obat penurun panas untuk anaknya, dia disarankan tetangganya untuk membeli Termorex namun yang ditangkapnya adalah termos (berisi) es.

Agar kegiatan advertising berjalan dengan lancar, maka perlu juga dilakukan strategi marketing yang tepat. Segala sesuatunya harus terkonsep dan direncanakan dengan matang. Sebelum membuat iklan, dilakukan riset mengenai selera masyarakat saat itu dan planning yang baik. Misalnya dengan SWOT (Strength, Weakness, Oportunity, Threat). Dengan analisa SWOT, sebuah agency bisa mengetahui kekuatan dan kelemahan iklannya dan produk tersebut, kesempatan di masyarakat, dan produk saingan beserta cara promosinya.
Iklan selama ini memang hanya menjadi komunikasi satu arah, maka dari itu, tidak heran jika efektifitasnya kian menurun. Iklan harus dirubah menjadi komunikasi dua arah karena itulah yang konsumen butuhkan. Database memainkan peran yang semakin penting. Perlu adanya koordinasi dari berbagai komunikasi dari suatu merek atau perusahaan.
Berdasarkan hal itu, IMC menjadi semakin popular sekarang. Integrated Marketing Communication (IMC) sebenarnya bukanlah suatu ide yang baru. Praktis pemasaran dan komunikasi dunia sudah lama membicarakan keuntungan konsep IMC selama bertahun-tahun. Saat ini para marketer, brand manager dan marketing communication membahas pentingnya `membangun relasi’ dan kebutuhan `customer relationship management’. Mereka sangat memahami bahwa hubungan pelanggan yang baik merupakan kunci utama untuk mendapatkan, mengembangkan, dan memiliki pelanggan loyal dalam jangka waktu yang panjang.

Integrated Marketing Communication menurut definisi The American Association of Advertising Agencies adalah konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang memberikan nilai tambah pada strategi komunikasi yang melibatkan kegiatan sales promotion, periklanan, public relations, direct response yang dipadukan untuk menghasilkan dampak komunikasi yang berarti.

Perkembangan internet, world wide web, metodologi komunikasi interaktif seperti sms, kuis interaktif, dan sebagainya adalah tantangan bagi pendekatan komunikasi tradisional. Fokus brand dan branding telah berubah dari hanya mengkomunikasikan satu arah menjadi interaktif dan memicu respon.

Sejalan dengan hal tersebut telah berkembang konsep on-to-one marketing dimana pelanggan ingin `disapa’ secara personal, mendapatkan value sepanjang hayat, dan menjadi pelanggan yang loyal terhadap suatu produk maupun jasa.

Pesatnya pertumbuhan jumlah pemakai Internet membuat media semakin terfragmentasi. Proses brand building tidak mungkin lagi hanya mengandalkan media tradisional (offline), namun eksistensi brand perlu diproyeksikan juga melalui media Internet (online).

Masih banyak perusahaan yang memisahkan strategi komunikasi offline dan online-nya. Akibatnya, tidak jarang pesan yang ada di media offline tidak sejalan dengan pesan yang disampaikan secara online. Perencanaan komunikasi online dibuat secara ad-hoc atau dadakan
saja, tanpa mempertimbangkan tujuan pemasaran dan komunikasi brand.

Tanpa integrasi dan sinergi antara komunikasi offline dan online, hasil yang dicapai oleh brand menjadi tidak optimal. Keberadaan di dunia Internet yang merupakan sebuah investasi yang tidak sedikit, tidak bisa dijustifikasi biaya vs benefit-nya.

Seperti yang diutarakan di atas, Integrated Marketing Communication memang bukan barang baru. Tapi persoalannya bagaimana IMC dapat membuat sebuah perusahaan lebih menarik daripada pesaing dan bagaimana memenangkan hati dan pikiran pelanggan.

Untuk memenangkan hati pelanggan, perusahaan melakukan berbagai macam cara dengan didasarkan pada IMC. Satu iklan mengeni sebuah produk bisa muncul tidak hanya di satu media saja, tetap dengan konsep iklan yang sama namun dibedakan sesuai dengan media yang digunakan dan cara penyampaiannya. Cara penulisan iklan radio tentu tidak sama dengan iklan di televisi meskipun menggunakan ide yang sama. Masyarakat juga bisa memberi feedback dengan menghubungi nomor customer care yang memang disertakan dalam iklan oleh produk yang bersangkutan.

Iklan-iklan mengenai sebuah produk ditaruh di berbagai macam media. Di televisi, radio, atau media cetak mungkin jumlah iklan itu terbatas. Namun begitu di internet, iklan-iklan tersebut bisa ditemukan di banyak tempat, penyebarannya lebih cepat, dan lebih murah. Memasang iklan di internet merupakan ide yang baik juga, mengingat pesatnya pertumbuhan pengguna internet sekarang ini. Iklan di internet tidak harus berupa banner di sebuah web, bisa juga menggunakan video di youtube, dan untuk mempromosikan sebuah brand dengan produknya juga bisa memakai jejaring sosial, misalnya membuat fanpage mengenai sebuah brand di Facebook atau Twitter, Selain murah, konsumen juga bisa langsung bertanya soal produk yang dipromosikan kepada pihak pengurus fanpage tersebut yang tentu saja adalah pekerja di perusahaan pembuat produk itu.


Sumber :

http://www.handiirawan.com/articles/archives/2008/10/28/integrated_marketing_communication/
http://www.mail-archive.com/kolom@yahoogroups.com/msg00800.html
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-kenratriis-27649

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Response Paper for Quentin Tarantino’s Star Wars : Grassroots Creativity Meets the Media Industry

Tulisan di sini merupakan response dari bacaan yang berasal dari buku karangan Henry Jenkins berjudulkan “Convergence Culture : Where Old Media and New Media Collide”. Bacaan tersebut membahas mengenai salah satu film terkenal yang sudah ada sejak lama karya Quentin Trantino, yaitu Star Wars.

Film Star Wars adalah salah satu film yang sukses sepanjang sejarah dan menerima sudah menerima banyak penghargaan. Banyak merchandise seperti baju, tas, topi, aksesori-aksesori lain, dan figurin tokoh-tokoh Star Wars yang dibuat berdasarkan film tersebut.

Star Wars adalah film fiksi ilmiah Amerika Serikat yang disutradari George Lucas. Film ini dibuat berseri dengan waktu perilisan yang tidak berurut, dimulai pada tahun 1977 dengan Star Wars Episode IV: A New Hope , lalu Star Wars Episode V: The Empire Strikes Back (1980) , Star Wars Episode VI: Return of the Jedi (1983) , Star Wars Episode I: The Phantom Menace (1999) , Star Wars Episode II: Attack of the Clones , dan yang terakhir adalah Star Wars Episode III: Revenge of the Sith (2005). Tapi setelah itu dirilis juga prequel dari Star Wars yang berjudul The Clone Wars. Ketidakteraturan dalam perilisan film ini disebabkan kekurangan teknologi jaman dulu untuk menggambarkan kemegahan dan efek-efek khusus film.

Kekuatan cerita dan efek film dari film Star Wars mampu memukau banyak orang, termasuk Quentin Tarantino, seorang sutradara, penulis naskah, produser, dan sinematografer dari Amerika. Quentin Tarantino menjadi terkenal berkat film-filmnya seperti Reservoir Dogs (1992), Pulp Fiction (1994), Jackie Brown (1997), Kill Bill (2003, 2004), Death Proof (2007), dan Inglorious Basterds (2009). Tarantino mengadopsi naskah Star Wars karya George Lucas kemudian memainkannya kembali dengan menggunakan figurin tokoh-tokoh Star Wars dan tekhnik komputer.

Hal yang dilakukan Tarantino mengandung unsur konvergensi media. Siapa sangka hanya dengan komputer dan handycam seseorang bisa membuat sebuak film adaptasi pendek. Berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi (information and communication technology / ICT) selama dekade terakhir membawa tren baru di dunia industri komunikasi yakni hadirnya beragam media yang menggabungkan teknologi komunikasi baru dan teknologi komunikasi massa tradisional. Pada dataran praktis maupun teoritis, fenomena yang sering disebut sebagai konvergensi media ini memunculkan beberapa konsekuensi penting. Di ranah praktis, konvergensi media bukan saja memperkaya informasi yang disajikan, melainkan juga memberi pilihan kepada khalayak untuk memilih informasi yang sesuai dengan selera mereka. Tidak kalah serius, konvergensi media memberikan kesempatan baru yang radikal dalam penanganan, penyediaan, distribusi dan pemrosesan seluruh bentuk informasi baik yang bersifat visual, audio, data dan sebagainya (Preston: 2001)

Fenomena jurnalisme online sekarang ini menjadi contoh menarik. Khalayak pengakses media konvergen alias ”pembaca” tinggal meng-click informasi yang diinginkan di komputer yang sudah dilengkapi dengan aplikasi internet untuk mengetahui informasi yang dikehendaki dan sejenak kemudian informasi itupun muncul. Alhasil, aplikasi teknologi komunikasi terbukti mampu mem-by pass jalur transportasi pengiriman informasi media kepada khalayaknya. Di sisi lain, jurnalisme online juga memampukan wartawan untuk terus-menerus meng-up date informasi yang mereka tampilkan seiring dengan temuan-temuan baru di lapangan. Dalam konteks ini, konsekuensi lanjutnya adalah berkurangnya fungsi editor dari sebuah lembaga pers karena wartawan relatif mempunyai kebebasan untuk segera meng-up load informasi baru tanpa terkendala lagi oleh mekanisme kerja lembaga pers konvensional yang relative butuh waktu cukup panjang karena berita yang masuk harus diedit dulu oleh editor.

Pada aras teoritik, dengan munculnya media konvergen maka sejumlah pengertian mendasar tentang komunikasi massa tradisional terasa perlu diperdebatkan kembali. Konvergensi menimbulkan perubahan signifikan dalam ciri-ciri komunikasi massa tradisional atau konvensional. Media konvergen memadukan ciri-ciri komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi dalam satu media sekaligus. Karenanya, terjadi apa yang disebut sebagai demasivikasi (demasssification), yakni kondisi di mana ciri utama media massa yang menyebarkan informasi secara masif menjadi lenyap. Arus informasi yang berlangsung menjadi makin personal, karena tiap orang mempunyai kebebasan untuk memilih informasi yang mereka butuhkan.

Dalam konteks yang lebih luas, konvergensi media sesungguhnya bukan saja memperlihatkan perkembangan teknologi yang kian cepat. Konvergensi mengubah hubungan antara teknologi, industri, pasar, gaya hidup dan khalayak. Singkatnya, konvergensi mengubah pola-pola hubungan produksi dan konsumsi, yang penggunaannya berdampak serius pada berbagai bidang seperti ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan. Di negara maju semacam Amerika sendiri terdapat tren menurunnya pelanggan media cetak dan naiknya pelanggan internet. Bahkan diramalkan bahwa dalam beberapa dekade mendatang di negara tersebut masyarakat akan meninggalkan media massa tradisional dan beralih ke media konvergen. Jika tren-tren seperti itu merebak ke berbagai negara, bukan tidak mungkin suatu saat nanti peran pers online akan menggantikan peran pers tradisional. Konvergensi memberikan kesempatan baru kepada publik untuk memperluas pilihan akses media sesuai selera mereka. Dari sisi ekonomi media, konvergensi berarti peluang-peluang profesi baru di dunia industri komunikasi.

Sifat alamiah perkembangan teknologi selalu saja mempunyai dua sisi, positif dan negatif. Di samping optimalisasi sisi positif, antisipasi terhadap sisi negatif konvergensi nampaknya perlu dikedepankan sehingga konvergensi teknologi mampu membawa kemaslahatan bersama. Pada aras politik ini diperlukan regulasi yang memadai agar khalayak terlindungi dari dampak buruk konvergensi media. Regulasi menjaga konsekuensi logis dari permainan simbol budaya yang ditampilkan oleh media konvergen. Tujuannya jelas, yakni agar tidak terjadi tabrakan kepentingan yang menjadikan salah satu pihak menjadi dirugikan. Terutama bagi kalangan pengguna atau publik yang memiliki potensi terbesar sebagai pihak yang dirugikan alias menjadi korban dari konvergensi media.

Persoalan pertama regulasi menyangkut seberapa jauh masyarakat mempunyai hak untuk mengakses media konvergen, dan seberapa jauh distribusi media konvergen mampu dijangkau oleh masyarakat. Problem mendasar dari regulasi konvergensi media dalam konteks ini terkait dengan seberapa jauh masyarakat mempunyai akses terhadap media konvergen dan seberapa jauh isi media konvergen dapat dianggap tidak melanggar norma yang berlaku. Kekhawatiran sebagian kalangan bahwa isi media konvergen pada bagian tertentu akan merusak moral generasi muda merupakan salah satu poin penting yang harus dipikirkan oleh para pelaku media konvergen.

Beberapa pertanyaan pokok yang harus dijawab terkait dengan isu regulasi media konvergen adalah; pertama, siapa yang paling berkewajiban untuk membuat format kebijakan yang mampu mengakomodasi seluruh kepentingan aktor-aktor yang telibat dalam konvergensi dan kedua adalah bagaimana isi regulasi sendiri mampu menjawab tantangan dunia konvergen yang tak terbendung. Pertanyaan terakhir ini menarik, karena perkembangan teknologi umumnya selalu mendahului regulasi. Dengan kata lain, regulasi hampir selalu ketinggalan jika dibandingkan dengan perkembangan teknologi komunikasi.

Dalam hal penciptaan regulasi konvergensi media, institusi yang paling berwenang membuat regulasi adalah pemerintah atau negara. Cara pandang demikian dapat dipahami jika dilihat dari fungsi negara sebagai regulatory agent di dalam menjaga hubungan antara pasar dan masyarakat. Di satu sisi negara memegang kedaulatan publik dan di sisi lain negara mempunyai apparatus yang berfungsi menjaga efektif tidaknya sebuah regulasi. Gambaran ideal dari hubungan tiga aktor konvergensi (negara, pasar, masyarakat) ini mestinya berlangsung secara harmonis dan seimbang. Jangan sampai terdapat salah satu pihak yang mendominasi yang lain, misalnya media konvergen cenderung mendominasi masyarakat, sementara masyarakat tidak punya pilihan lain selain menerima apa adanya tampilan-tampilan yang ada pada media. Membangun sebuah regulasi yang komprehensif dan berdimensi jangka panjang tentu saja bukan hal yang mudah. Bahkan dalam konteks perkembangan teknologi komunikasi yang makin cepat, regulasi yang berdimensi jangka panjang nampaknya hampir menjadi satu hal yang mustahil. Adagium tentang regulasi yang selalu ketinggalan dibandingkan perkembangan teknologi mesti disikapi secara bijak. Pasalnya, sebuah bangunan kebijakan selalu mengandung celah multiinterpretasi sehingga bisa saja hal itu dimanfaatkan untuk menampilkan citraan media yang luput dari tujuan kebijakan. Di sisi lain, pada saat sebuah kebijakan disahkan dan dicoba diimplementasikan, boleh jadi telah muncul varian teknologi baru yang tak terjangkau oleh regulasi tersebut. Ini tidak berarti bahwa pembuatan regulasi tak harus dilakukan, bagaimanapun regulasi menjadi kebutuhan mendesak agar teknologi komunikasi baru tidak menjadi instrumen degradasi moral atau menjadi alat kelas berkuasa untuk menidurkan kesadaran masyarakat.

Regulasi tetap diperlukan untuk mengawal nilai-nilai kemanusiaan dalam hubungan antarmanusia itu sendiri. Beberapa isu menarik layak direnungkan dalam konteks penyusunan regulasi. Pertama adalah bagaimana pengambil kebijakan mendefinisikan batasan sektor-sektor yang akan dikenai kebijakan, misalnya saja soal hukum yang dapat dijalankan. Kedua bagaimana situasi pasar dan hak cipta diterjemahkan. Wilayah ini menyangkut soal self regulation dan kondisi standarisasi hak cipta. Ketiga, bagaimana soal akses pada jaringan media serta kondisi sistem akses itu sendiri. Persoalan seperti pengaturan decoder TV digital maupun content media menjadi layak kaji dalam hal ini. Keempat, akses pada spektrum frekuensi, kelima mengenai standar jangkauan atau sejauh mana media konvergen dapat dijangkau oleh khalayak serta apakah sebuah akses harus disertai dengan harga yang harus dibayar oleh khalayak. Dan terakhir menyangkut sejauh mana kepentingan khalayak diakomodasi oleh regulasi, misalnya sejauh mana freedom of speech dan kalangan minoritas benar-benar mendapat perlindungan dalam sebuah kebijakan.

Sumber :
http://en.wikipedia.org/wiki/Quentin_Tarantino

Tantangan Masa Depan Konvergensi Media*


http://en.wikipedia.org/wiki/Star_Wars

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Internet atau Website?

Berawal pada tahun 1957, melalui Advanced Research Projects Agency (ARPA), Amerika Serikat bertekad mengembangkan jaringan komunikasi terintegrasi yang saling menghubungkan komunitas sains dan keperluan militer. Hal ini dilatarbelakangi oleh terjadinya perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet (tahun 1957 Soviet meluncurkan sputnik).

Perkembangan besar Internet pertama adalah penemuan terpenting ARPA yaitu packet switching pada tahun 1960. Packet switching adalah pengiriman pesan yang dapat dipecah dalam paket-paket kecil yang masing-masing paketnya dapat melalui berbagai alternatif jalur jika salahsatu jalur rusak untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Packet switching juga memungkinkan jaringan dapat digunakan secara bersamaan untuk melakukan banyak koneksi, berbeda dengan jalur telepon yang memerlukan jalur khusus untuk melakukan koneksi. Maka ketika ARPANET menjadi jaringan komputer nasional di Amerika Serikat pada 1969, packet switching digunakan secara menyeluruh sebagai metode komunikasinya menggantikan circuit switching yang digunakan pada sambungan telepon publik.

Perkembangan besar internet kedua yang dicatat pada sejarah internet adalah pengembangan lapisan protokol jaringan yang terkenal karena paling banyak digunakan sekarang yaitu TCP/IP (Transmission Control Protocol/ Internet Protocol). Protokol adalah suatu kumpulan aturan untuk berhubungan antarjaringan. Protokol ini dikembangkan oleh Robert Kahn dan Vinton Cerf pada tahun 1974. Dengan protokol yang standar dan disepakati secara luas, maka jaringan lokal yang tersebar di berbagai tempat dapat saling terhubung membentuk jaringan raksasa bahkan sekarang ini menjangkau seluruh dunia. Jaringan dengan menggunakan protokol internet inilah yang sering disebut sebagai jaringan internet.

Jaringan ARPANET menjadi semakin besar sejak saat itu dan mulai dikelola oleh pihak swasta pada tahun 1984, maka semakin banyak universitas tergabung dan mulailah perusahaan komersial masuk. Protokol TCP/IP menjadi protokol umum yang disepakati sehingga dapat saling berkomunikasi pada jaringan internet ini.
Perkembangan besar Internet ketiga adalah terbangunnya aplikasi World Wide Web pada tahun 1990 oleh Tim Berners-Lee. Aplikasi World Wide Web (WWW) ini menjadi konten yang dinanti semua pengguna internet. WWW membuat semua pengguna dapat saling berbagi bermacam-macam aplikasi dan konten, serta saling mengaitkan materi-materi yang tersebar di internet. Sejak saat itu pertumbuhan pengguna internet meroket.
Internet tentu saja berbeda dengan intranet. Umumnya, sebuah intranet dapat dipahami sebagai sebuah “versi pribadi dari jaringan Internet”, atau sebagai sebuah versi dari Internet yang dimiliki oleh sebuah organisasi. Dengan internet, seseorang bisa terhubung langsung dengan orang lain yang berada dalam jarak yang jauh. Suatu informasi pun lebih mudah tersebar melalui internet. Internet mengubah komunikasi dengan beberapacara fundamental. Media massa tradisional pada dasarnya menawarkan model komunikasi “satu-untuk-banyak”. Sedangkan internet memberikan model tambahan “banyak untuk satu” (e mail ke satu alamat sentral, banyak pengguna yang berinteraksi dalam satu website), dan banyak untuk banyak (e mail, milis, dan kelompok-kelompok baru). Internet menawarkan potensi komunikasi yang lebih terdesentralisasi dan lebih demokratis dibandingkan yang ditawarkan oleh media massa sebelumnya.

Pertanyaannya, apakah internet bisa disebut media massa? Ataukah website yang sebenarnya lebih tepat disebut sebagai media massa? Selama ini jika mendengar istilah media massa elektronik, kebanyakan orang akan langsung menyebut internet sebagai contohnya, padahal bisa jadi sebenarnya internet bukan media massa.

Ilustrasi internet dan website adalah seperti jaring dan simpul. Internet adalah sebuah jaring secara keseluruhan sementara website adalah simpul-simpul yang membentuk jaring tersebut. Satu simpul pada internet mungkin saja memiliki peran sebagai media massa seperti msn.com, bbc.co.uk, atau liputan6.com, namun simpul lain dalam internet juga memiliki peran untuk melakuakn perdagangan seperti situs bukukita.com, ebay, atau amazon.com.

Tanpa website, internet tidak berguna bagi khalayak. Kode-kode binary yang menyusun jaringan internet hanya bisa dibaca sebagian orang. McQuail mengemukakan fungsi-fungsi media massa sebagai pemberi informasi, pemberi identitas pribadi, sarana intergrasi dan interaksi sosial dan sebagai sarana hiburan (Denis McQuail, 2000). Apabila kita melihat teori yang dikemukakan McQuail, belum semua web memenuhi fungsi tersebut. Mungkin hanya fungsi pertama saja, yaitu pemberi informasi, yang telah dipenuhi sebagian besar web. Web seperti Kompas.com, Goal.com, dan Detik.com mungkin sudah mengandung keempat fungsi tersebut. Namun, web seperti situs-situs porno justru menjadi kontradiksi. Kesimpulannya, tidak semua web dapat disebut media massa. Lebih tepatnya, internet belum dapat dikategorikan sebagai media massa.
Internet itu tidak berisi apa-apa (non-content oriented). Website lah yang membuat internet dapat menyampaikan data. internet hanyalah alat transportasi, sedangkan website adalah sebagian dari bentuk tampilan yang menjadi tujuan kita. website berperan sebagai salah satu bentuk media yang disalurkan melalui jaringan internet. Maka, website dapat dikatakan media massa online, Internet hanyalah salah satu saluran media massa dalam menyebarkan informasi.

Jadi—meski kesimpulan ini mungkin terdengar prematur—internet bukanlah media massa karena tidak semua website pada internet dapat diakses oleh massa meski beberapa website memiliki fungsi media massa. Meski demikian ada juga kalangan yang berpendapat bahwa internet merupakan media massa karena internet dapat diakses oleh orang banyak.

Sumber :
http://aurorarumahati.blogspot.com/2009/04/internet-sebatas-medium-penyebaran.html
http://gak-takut13.blogspot.com/2010/05/apakah-internet-itu-media-massa.html
http://eksentrik-artistik.blogspot.com/2009/04/internet-media-massa-atau-bukan.html
http://raliesta.multiply.com/journal/item/4/Apakah_Internet_Media_Massa

Posted in Uncategorized | Leave a comment

VIDEO ON DEMAND

Untuk tugas response paper kali ini, saya akan membahas soal Video on Demand atau yang biasa disingkat VoD.

Video-on-demand (disingkat VOD) adalah sistem televisi interaktif yang memfasilitasi khalayak untuk mengontrol atau memilih sendiri pilihan program video dan klip yang ingin ditonton. Fungsi VOD seperti layaknya video rental, di mana pelanggan dapat memilih program atau tontonan ketika yang ingin ditayangkan. Pilihan program dapat berupa sederet judul film, serial TV, acara realitas, video streaming, dan program lainnya. tidak hanya menonton, khalayak pun dapat menyimpan serta mengunduh program semau mereka. Untuk menontonnya khalayak dapat menggunakan set-top box dari video yang sudah diunduh, atau menggunakan komputer, ponsel, dan alat-alat komunikasi elektronik lainnya yang berkemampuan mengakses konten audio dan visual.

Dengan layanan ini, orang tidak perlu lagi susah-susah pergi ke bioskop untuk menonton film, Mereka hanya tinggal menunggu sekitar 1 bulan sampai film itu tersedia di daftar film yang disediakan layanan VOD, kemudian mereka bisa menontonnya di rumah, kemudian tagihan dari distributor film yang bersangkutan akan datang dan kita tinggal membayarnya saja. Mudah dan menyenangkan. Orang tidak perlu lagi mengantri pergi jauh-jauh ke bioskop dan berlelah-lelah mengantri tiket.

Sejarahnya, VOD komersial pertama kali muncul adalah di Hong Kong pada tahun 1990. Tetapi jauh dari efisien. Yang ada saat itu harga Video CD jauh lebih murah, sehingga perkembangannya pun mandek. Lebih jauh lagi, konsep VOD sendiri sebenarnya telah tertanam sejak dahulu. Sudah ada perusahan cable yang menyediakan pilihan bagi para pemirsanya. Konsep seperti ini membawa pengertianbaru bahwa konsumen bisa mendapatkan apa yang disebut The Entertainment-Information Merger. Yaitu penggabungan antara hiburan dan informasi dalam satu hal saja.

Hal seperti ini terus dan terus berkembang sehingga bisa menjadi kenyataan melalui berbagai teknologi yang berkembang saat ini. Bisa itu satelit, kabel, ataupun telepon. Sektor yang lain juga ada yang menggabungkan diri dengan konsep VOD ini misalnya computer software. Sehingga VOD bisa dan akan menjadi satu hal yang sangat menarik di kemudian hari.

Hingga akhirnya di UK, muncullah perusahaan yang meluncurkan VOD pertama kali. Nama perusahaannya adalah Kingston. Ini terjadi pada tahun 1998. Selanjutnya, VOD terus berkembang pesat di daerah Eropa. Hingga tahun 2006, berdasarkan European Audiovisual Observatory, tercatat ada 142 VOD berbayar yang beroperasi di Eropa. Di Amerika sendiri, VOD berawal dari Hawaii oleh Oceanic Cable pada Januari 2000. tanpa butuh waktu lama, sekarang seluruh bagian di Amerika sudah bisa menikmati VOD.

VOD saat ini sudah sangat berkembang. Berbagai perusahaan dari seluruh penjuru dunia sudah menawarkan fasilitas ini. Konsep nya semua hampir sama yaitu menawarkan video untuk di-unduh. Bisa berupa rent ataupun purchase. Semuanya tergantung pilihan konsumen. Begitu pula isinya. VOD semakin variatif.
Berkembangnya VOD menghasilkan beberapa ‘anak’. Yang pertama adalah Near Video On Demand (NVOD). NVOD dijalankan oleh televisi berbasis cable dan satellite. Sistem ini memungkinkan seseorang untuk melakukan pay-per-view program yang dikeluarkan oleh multiple-broadcasters. Ini membuat konsumen tidak lagi terikat waktu untuk menyaksikan acara yang ia inginkan.

Berikutnya adalah Push Video On Demand (PVOD), tetapi PVOD memiliki kekurangan dari sisi memori. Program yang bisa kita unduh hanya bertahan seminggu karena keterbatasan memory ini. Interaksi juga agak kurang juga bisa terjadi di sini.

Satu lagi yang menjadi pengembangan VOD belakangan ini adalah Manufacturing on Demand (MOD) yang dikenal juga dengan DVD on Demand. Konsep ini malah mendekati konsep DVD karena konsumen bisa memiliki perangkat keras dari apa yang ia inginkan. Bentuknya bisa berupa DVD. Ini menjadi pilihan bagi perusahaan pembuat film ataupun serial televisi yang memiliki sesuatu yang diprediksi tidak akan begitu laku di pasaran.
Di benua Asia, konsep VOD paling digemari di Taiwan. Untuk Indonesia, kenyataannya konsep VOD ini paling berkembang lewat ponsel-ponsel yang menyediakan fasilitas 3G. Untuk televisi, belum berkembang. Tapi bukan berarti tidak ada. Contohnya seperti Astro, atau NetUp.

NetUP Video on Demand server dibangun pada platform berstandar industri dan mendukung lebih dari 100 aliran searah (1000 pelanggan pada laju pada puncak VoD yang normal) pada laju kompresi MPEG-2 yang khusus, yaitu 4 Mb/det per aliran. Mendukung modus aliran unikast maupun multikast.
Penyimpanan server terdiri dari empat hard disk SATA-II hot-swap. Ruang simpan HDD secara total dalam konfigurasi standar adalah 3 Tbyte atau lebih dari 800 film dengan kualitas DVD. Penyimpanan data eksternal bisa dihubungkan bilamana diperlukan.
Film disimpan dalam format MPEG-2 atau MPEG-4 AVC (H.264). aliran transport – mendukung SD maupun HD. Laju kompresi dapat diubah untuk mencocokkan kotak atas set dan/atau kinerja jaringan hilir.
Konten video dapat dimuat melalui smb atau ftp. Deskripsi film, ditampilkan dalam antarmuka pengguna Middleware, dapat disinkronkan dengan sebuah database pusat (Media Knowledge Base, www.media-kb.com).
Di Amerika, film Warner Bros, Sony, Universal dan 20th Century Fox baru-baru ini mengumumkan rencana untuk meluncurkan VOD.

Layanan ini menjembatani kesenjangan antara rilis bioskop dan sewa standar. Di Indonesia sendiri, layanan VOD juga sudah ada, namun masih terbatas hanya di hotel-hotel saja, belum masuk ke rumah-rumah. Tapi di awal tahun 2011 ini, PT First Media Tbk akan merilis Video on Demand (VoD) berteknologi definisi tinggi (HD). VoD adalah sistem televisi interaktif yang memungkinkan khalayak untuk memilih sendiri pilihan program video dan klip yang ingin ditonton. Layanan ini diperkirakan akan menarik 1,7 juta pelanggan rumah tangga di Jabodetabek.

Sumber :

http://www.netup.tv/id-ID/vod-nvod-server.php
http://id.wikipedia.org/wiki/Video_on_demand
http://tekno.kompas.com/read/2010/11/19/16333927/Awal.2011.First.Media.Sediakan.Video.on.Demand
Michael, M. A. Mirabito & Barbara L. Morgenstern (2004). The New Communication Technology: Applications, Policy, and Impact. 5th edition. Focal Press. Oxford. ISBN: 0-240-80586-0.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

SOFTWARE PIRACY

Seperti yang sudah kita ketahui, teknologi memang berkembang semakin cepat akhir-akhir ini. Penemuan demi penemuan diciptakan guna mempermudah pekerjaan manusia, contohnya saja komputer. Dengan komputer, seseorang bisa melakukan bermacam-macam hal, seperti menghitung, menulis, menggambar, dan lain sebagainya. Saat ini, siapa yang belum pernah menyentuh atau menggunakan komputer? Teknologi ini, tak bisa dipungkiri, telah menjadi bagian dari hidup kebanyakan orang. Komputer sekarang ini telah melewati berbagai macam tahap penyempurnaan dan akan terus berkembang mengikuti perkembangan jaman. Yang berubah tak hanya bentuk fisiknya, tapi juga perangkat lunak atau software di dalamnya. Software digunakan untuk menjalankan perintah yang dimasukkan ke komputer. Ada pihak-pihak yang berperan besar dalam menciptakan suatu teknologi, contohnya saja Bill Gates, sang pencipta Microsoft, atau Steve Jobs dengan produk Apple yang saat ini menjadi pesaing berat Microsoft. Software yang mereka ciptakan terus berkembang dan tersebar luas di banyak komputer di seluruh penjuru dunia.

Jumlah pengguna komputer dari hari ke hari kian bertambah, otomatis penggunaan dan pembelian software komputer pun terus meningkat. Namun ternyata, tidak semua pengguna komputer menggunakan software asli untuk komputer mereka. Banyak di antara mereka yang memakai software bajakan. Hal ini dirasa memprihatinkan, mengingat ini berarti mereka tidak menghargai hasil karya orang lain dengan tidak memakai software asli. Dan dari sisi keamanan, sudah bisa dipastikan software bajakan kurang aman dan tidak bisa menerima update terbaru dari sebuah software.

Kasus pembajakan software ini memang semakin marak terjadi di berbagai tempat, termasuk di Indonesia. Tidak hanya software, pembajakan juga terjadi di bidang film, musik, fashion, dan lain-lain. Berkeping-keping CD software dan Mp3 serta DVD film bajakan dijual bebas di berbagai tempat dengan harga murah. Hal ini, tak bisa dipungkiri, membuat gerah para pembuatnya. Selain merasa tidak dihargai, mereka akan kesulitan untuk membuat karya baru lagi karena tidak mendapat royalti, sementara masyarakat mengharapkan sesuatu yang baru dari mereka setiap harinya.

Mengapa kasus pembajakan software bisa terjadi dan terus meningkat? Jawabannya mudah saja. Kebanyakan orang lebih suka sesuatu dengan harga murah dan mudah didapat. Software-software bajakan ini dijual hampir di setiap tempat, yang berarti lebih mudah menjangkau dan dijangkau konsumen, baik dari segi lokasi maupun dari segi harga. Alasan selanjutnya yang menyebabkan kasus pembajakan software semakin marak adalah karena adanya internet. Beribu-ribu website menyediakan software untuk diunduh secara gratis. Website tersebut mendapatkan pemasukan dari iklan yang dipasang oleh sponsor di halaman webnya. Internet mempercepat proses seseorang mendapatkan software bajakan, hanya dengan gerakan tangan dan menunggu beberapa saat, kita sudah bisa menggunakan software yang kita inginkan. Dan satu hal lagi yang mendukung maraknya pembajakan atas software adalah mahalnya harga lisensi software yang asli.

Bagaimana dengan kualitas software bajakan ini? Sebagian besar memang berfungsi dengan baik, tapi tak jarang juga ada software yang mengandung virus yang akan segera bekerja ketika pengguna mengaktifkannya. Bagaimanapun, sang pengunduh atau pembeli barang bajakan tidak boleh dan tentu saja tidak bisa protes. Mereka tidak bisa protes ke perusahaan atau pencipta sesungguhnya software tersebut karena mereka tidak bertanggung jawab atas barang bajakan. Dan sebenarnya pembeli atau pengunduh barang dan software bajakan juga menyadari kalau perangkat lunak yang mereka miliki pasti memiliki banyak kelemahan dibandingkan yang originalnya.

Seiring dengan meningkatnya kasus pembajakan software, timbul pula pertanyaan, “Apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk mengatasinya? Apakah tidak ada Undang-Undang yang mengatur soal perlindungan terhadap hak cipta software komputer ini?” Jawabannya, tentu saja ada.

Pasal 1 butir 7 Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (UUHC) menyatakan bahwa program komputer adalah program yang diciptakan secara khusus sehingga memungkinkan komputer melakukan fungsi tertentu. Pengertian yang lebih jelas mengenai software ini dapat dilihat di Australian Copyright Act, dimana dijelaskan bahwa software ini sesungguhnya meliputi source code dan object code yang merupakan suatu set instruksi yang terdiri atas huruf-huruf, bahasa, kode-kode atau notasi-notasi yang disusun atau ditulis sedrmikian rupa sehinga membuat suatu alat yang mempunyai kemampuan memproses informasi digital dan dapat melakukan fungsi kerja tertentu.

Adapun bentuk-bentuk pelanggaran atas suatu software dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :
Pemuatan ke dalam hard disk. Perbuatan ini biasanya dilakukan jika kita membeli komputer dari toko-toko komputer, di mana penjual biasanya meng-instal sistem operasi beserta software-software lainnya sebagai bonus kepada pembeli komputer.

Softlifting, yaitu dimana sebuah lisensi penggunakan sebuah software dipakai melebihi kapasitas penggunaannya. Misalnya membeli satu software secara resmi tapi kemudian meng-install-nya di sejumlah komouter melebihi jumlah lisensi untuk meng-install yang diberikan.

Pemalsuan, yaitu memproduksi serta menjual software-software bajakan biasanya dalam bentuk CD ROM, yang banyak dijumpai di toko buku atau pusat-pusat perbelanjaan, Penyewaan software, Ilegal downloading, yakni dengan men-download software dari internet secara illegal.
Namun jangan beranggapan bahwa dengan diberlakukannya UU tersebut, pembajakan software otomatis langsung menghilang. Dalam masyarakat dengan tataran pemahaman yang sederhana, rasanya sukar untuk bisa mengajak mereka mengapresiasikan hak atas kekayaan intelektual yang bersifat intangible. Pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, imajinasi, kreativitas, emosi, suasana batin, dan keahlian dalam menghasilkan suatu karya sangat sulit dimintakan penghargaan materiil dari masyarakat.
Dengan dalih bahwa daya beli masyarakat yang demikian terbatas -sehingga barang bajakan yang jauh lebih murah jelas lebih diminati- merupakan hal yang klise dan usang. Sampai kapan pun, barang asli tidak akan mungkin bisa dijual dengan harga semurah barang bajakan.

Source :

http://www.sodagembira.com/forum/fe_forum.php?view_message=yes&topic_id=89

http://www.lkht.net/index.php?option=com_content&view=article&id=77:penegakan-hukum-atas-pembajakan-software-komputer&catid=1:hki-telematika&Itemid=37

Posted in Uncategorized | Leave a comment

TWITTER REVENUE SET To TRIPLE In 2011

Paper Response to the article in http://www.wired.co.uk/news/archive/2011-01/25/twitter-revenue

Situs microblogging Twitter memang sedang populer di masyarakat akhir-akhir ini. Para pengguna jejaring sosial seperti Facebook kini mulai beralih ke Twitter, entah karena ingin lebih cepat mendapatkan informasi atau karena tidak ingin dibilang ketinggalan jaman. Para pengguna Twitter memang lebih cepat mendapatkan informasi mengenai suatu hal yang sedang terjadi karena tidak seperti Facebook yang terkesan ‘penuh’ dan ‘repot’ dengan berbagai macam fiturnya, Twitter hanya berisi update dari banyak sumber, pemakaiannya pun lebih mudah, hampir mirip seperti SMS, bedanya pesan yang kita masukkan bisa dilihat oleh banyak orang. Dibandingkan dengan blog atau situs, tweet itu lebih cepat dan pendek, tapi isi informasinya tetap ada. Para pengguna Twitter berasal dari bermacam-macam latar belakang sosial dan pekerjaan, dari orang biasa, jurnalis, penulis, pejabat pemerintah, artis, perusahaan, dan lain-lain. Di Twitter, hampir semua informasi mengenai suatu kejadian yang sedang terjadi bisa didapatkan. Bahkan kini Twitter tak jarang digunakan sebagai wadah untuk bertukar pikiran. Dengan Twitter, semua orang bisa menjadi jurnalis. Semua orang mengutarakan pendapat dan isi pemikiran mereka mengenai suatu hal lewat tweet mereka. Banyak orang yang memiliki tweet yang menarik sehingga memiliki banyak follower. Dari sinilah muncul istilah selebtweet, yaitu orang yang terkenal di dunia Twitter karena isi tweetnya yang selalu menarik dan memiliki banyak follower meskipun sebenarnya orang tersebut hanyalah orang biasa dalam kehidupan sehari-harinya.

Twitter memiliki nilai plus dan minus sendiri dalam penggunaanya sehari-hari. Kelebihannya ialah para penggunanya lebih cepat mendapatkan informasi dan lebih mudah terhubung dengan orang lain yang berada di tempat yang jauh. Kekurangannya, membuat orang jadi malas membaca. Media massa seperti koran dan majalah yang menggunakan Twitter sebagai alat penyebaran informasi biasanya hanya menulis judul artikel saja, lalu memberikan link berita tersebut agar orang-orang yang ingin tahu bisa membaca lebih lanjut. Namun, kebanyakan orang hanya membaca judulnya saja dan mengambil kesimpulan dari situ tanpa membaca artikel lengkapnya, kemudian menyebarkan kesimpulan keliru mengenai berita tersebut ke orang lain sehingga terjadi kesalahpahaman.

Kebebasan berbicara di Twitter juga seringkali menimbulkan masalah. Karena identitas pengguna sangat dilindungi oleh Twitter dan setiap orang bisa menggunakan identitas palsu di dunia maya, banyak orang yang menyerang orang lain yang tidak dia kenal secara verbal hanya karena dia tidak memiliki pemikiran yang sama dengan orang tersebut. Mereka tidak merasa takut karena ini dunia maya. Batas-batas kebebasan berbicara ini memang bias menurut saya. Ada yang menganggap kebebasan berbicara berarti bebas sebebas-bebasnya tanpa ada aturan, menganggap akun Twitter sebagai ranah pribadi sehingga mereka menulis sebebas mungkin, bahkan tanpa takut menulis makian dan umpatan kepada tokoh-tokoh tertentu. Tapi tak sedikit pula yang menganggap kebebasan tersebut harus selalu ada batasnya, batasan moral dan etika dalam berbicara. Kalau dibatasi begitu, bukankah namanya sudah tidak bebas lagi? Namun tweet yang terlalu bebas juga sering menyinggung orang lain dan membuat gerah yang mebaca sehingga kadang terjadi perdebatan lewat Twitter antara pengguna Twitter yang mengagungkan kebebasan dengan pengguna lain yang merasa orang tersebut sudah keterlaluan dalam berbicara.

Tidak hanya masalah kebebasan bicara tersebut, Twitter juga bisa menimbulkan konflik antarindividu hanya karena masalah kecil : follow dan unfollow. Saya perhatikan, lewat Twitter banyak orang yang tadinya tidak saling mengenal akhirnya bisa berteman sampai di dunia nyata. Tapi ada juga kasus di mana orang-orang yang dari awal sudah saling mengenal menjadi renggang hubungannya karena Twitter. Penyebabnya bisa bermacam-macam, tidak sepemikiran sampai sebab yang paling konyol : salah satu dari mereka tersinggung karena di-unfollow temannya sehingga dia merasa tersinggung dan berpikir, “Apa yang salah dengan tweet-tweet saya?” atau karena tidak di follow balik, kemudian dia tidak mengacuhkan teman yang meng-unfollow atau tidak mem-follow balik dia tersebut di dunia nyata. Untuk masalah ini, saya berpendapat seharusnya para pengguna Twitter yang seperti ini bisa bersikap lebih dewasa. Di unfollow atau tidak di follow balik oleh seseorang bukan berarti putus hubungan juga di dunia nyata. Ini hanya masalah selera. Orang hanya mem-follow orang yang isi tweetnya dirasa berguna bagi mereka.

Twitter memang memperkecil jarak antara seseorang dengan orang lain yang belum dikenal, karena pertemanan di Twitter terbentuk dari orang-orang dengan pemikiran yang sama, bukan karena sudah saling mengenal dari awal. Daya tarik inilah yang membuat angka pengguna Twitter semakin menanjak dari ke hari.

Seiring dengan popularitasnya yang terus naik, pendapatan Twitter pun juga turut meningkat. Pertanyaannya, darimanakah Twitter mendapatkan keuntungan? Ada beberapa sumber, yang pertama adalah dari perusahaan yang menggunakan jaringan Twitter sebagai akses pemasaran, yang kedua adalah dari iklan yang ditaruh di jajaran Trending Topics. Dengan fitur Promoted Trends, perusahan dapat menempelkan brand dagangannya di daftar trending topics, yang selalu menjadi pusat perhatian tersebut. Cara ini dianggap jitu dalam mempromosikan produk. Sumber penghasilan lainnya adalah dari kerjasama Twitter dengan penyedia jaringan raksasa yaitu Google dan Microsoft.

Tahun 2011 ini Twitter diramalkan akan memperoleh keuntungan sebanyak $150 juta, 3 kali lipat, bahkan lebih, dibandingkan pendapatannya tahun lalu, $45 juta. Dan di tahun 2012, eMarketer memprediksi pendapatan Twitter akan terus bertambah $250 juta.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Musyawarah Politik Secara Online VS Face To Face

Essai Tanggapan dari Artikel Journal Computer-Mediated Communication Volume 12, Isu 4, hlm. 1369-1387, Juli 2007: ‘Online vs Face-to-Face Deliberation: Effects on Civic Engagement’ by Seong-Jae Min (http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1083-6101.2007.00377.x/full)

Musyawarah adalah proses pengambilan keputusan lewat perundingan dan pertimbangan semua sisi dari dari sebuah isu. Manfaat dari musyawarah secara langsung atau bertatap muka didukung oleh hasil-hasil penelitian dan pembelajaran yang bisa dibuktikan, sedangkan musyawarah secara tidak langsung, dalam kasus ini, secara online, belum jelas manfaatnya hingga sekarang. Efek dari musyawarah secara langsung tentu saja berbeda dari efek musyawarah secara onling atau tidak langsung. Saat ini sedang timbul kekhawatiran bahwa demokrasi modern dalam bahaya karena sebagian besar orang dewasa ini kurang peduli dan jarang menaruh minta pada hal-hal yang bersifat politis dan isu-isu kebijakan yang penting. Para cendikiawan menekankan informasi diskusi publik atau “musyawarah politik” sebagai salah satu cara untuk mengatasi keadaan tidak-peduli-politik ini. Musyawarah bisa diebut juga demokrasi deliberatif. Musyawarah mengacu pada konsep bahwa praktek demokratis dan keputusan untuk membuat aturan harus didasarkan pada diskusi informasi warga. Ini adalah teori politik normatif yang mengasumsikan perilaku komunikatif rasional dan partisipasi sukarela dalam urusan publik sebagai bagian dari warga negara. Demokrasi deliberatif telah menerima diterima dengan baik, karena diyakini bahwa musyawarah menghasilkan norma-norma bermanfaat bagi demokrasi, seperti keberhasilan politik dan kesediaan untuk berpartisipasi dalam politik. Dengan munculnya teknologi komunikasi baru, potensi deliberatif baru semakin dieksplorasi. Deliberatif sendiri berasal dari bahasa latin, deliberatio, yang berarti menimbang-nimbang atau konsultasi. Interaksi secara online dapat meningkatkan cakupan musyawarah politik dan tetap menjaga efek yang menguntungkan dari musyawarah.

Musyawarah memang berkaitan erat dengan demokrasi. Demokrasi berasal dari berasal dari bahasa Yunani, dēmokratía yang berarti “kekuasaan rakyat”, yang dibentuk dari kata demos yang artinya “rakyat” dan Kratos yang artinya “kekuasaan”. Kata ini merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM. Demokrasi adalah (bentuk atau sistem) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya / pemerintahan rakyat dan bisa juga diartikan sebagaigagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yg sama bagi semua warga negara. Intinya, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Musyawarah berbeda dengan demokrasi. Musyawarah adalah buah dari demokrasi, bagian dari demokrasi. Dalam demokrasi, penentuan hasil dilakukan dengan cara musyawarah mufakat. Karena itu, sebelum pemerintah mengambil suatu keputusan maka wajib untuk merundingkannya dulu dengan rakyat yang diwakili oleh wakil rakyat.

Bagaimanapun, musyawarah bukanlah obat mujarab. Masih ada pendapat yang menyatakan bahwa proses musyawarah dan demokrasi deliberatif diatur oleh cita-cita normatif yang membuatnya dikritik sebagai idealis, karena itu berarti pendapat atau tujuan yang tidak normatif akan langsung ditolak. Kritikan kedua terhadap musyawarah berasal dari literature psikologi sosial yang mengatakan bahwa musyawarah tidak selalu menghasilkan hasil yang diinginkan, dan meskupin tujuan dari musyawarah adalah keadilan sosial, tapi proses deliberative sering bias terhadap kaum minoritas dan wanita, karena kebanyakan pendapat yang di ambil adalah pendapat kaum mayoritas. Hal ini jelas saja tidak adil bagi kaum minoritas, pendapat mereka tidak didengar. Kedua kritik di atas bukannya tidak beralasan, musyawarah menghasilkan hasil yang bermanfaat pada prinsipnya, tetapi juga dapat menghasilkan proses anti-demokratis.

Musyawarah bisa menghasilkan efek yang negatif dan positif tergantung pada situasi. Jika demikian, sebuah inti dari penelitian musyawarah adalah untuk mengidentifikasi konteks yang dapat mempromosikan prosedur dan hasil kondusif untuk demokrasi. Ini akan sangat mudah dicapai dengan memenuhi asumsi kunci musyawarah. Peserta musyawarah bebas bergabung dan menikmati diskusi, hati-hati dalam mempertimbangkan konsekuensi dari berbagai pilihan untuk tindakan dan pandangan orang lain, dan semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk berpendapat. Juga, para peserta harus tetap saling menghormati satu sama lain, hak ini termasuk menghormati pandangan atau pendapat yang berbeda. Bila kondisi ini terpenuhi, musyawarah kemungkinan besar akan menghasilkan keputusan yang menguntungkan dan menyenangkan semua pihak.

Pembelaan kedua dari kritik terhadap musyawarah adalah bahwa meskipun musyawarah kadang-kadang menciptakan konflik, membuat para pesertanya frustrasi, dan polarisasi pendapat di antara peserta diskusi, tapi hal-hal tersebut masih dapat memiliki beberapa efek positif. Bahkan dalam situasi polarisasi pendapat atau dominasi mayoritas, ada beberapa bukti bahwa para peserta masih harus belajar menerima dan mempertimbangkan perspektif baru dari orang lain dan berempati dengan pandangan orang lain.

Perkembangan teknologi komunikasi yang semakin cepat di jaman ini memungkinkan orang untuk melakukan musyawarah secara online. Sayangnya, peserta musyawarah tidak bisa terlalu banyak atau terbatas jumlahnya. Kekurangan lainnya adalah orang yang tidak memiliki media untuk musyawarah online ini tidak bisa ikut bergabung padahal mungkin saja orang tersebut memiliki pandangan yang menarik. Ada juga hal lain yang tidak bisa digantikan komunikasi secara online ini. Saat berundinng dengan bertatap muka secara langsung, partisipan musyawarah bisa menggunakan bahasa non-verbal untuk menjelaskan maksudnya. Hal tersebut tidak bisa dilakukan jika berunding secara online. Namun perundingan secara online ini juga bisa diapakai untuk menyebarkan pengaruh agar para peserta memiliki satu pendapat yang sama, seperti halnya jika berunding secara langsung.

Posted in Uncategorized | 2 Comments